Banyak orang mengira kendo itu adalah olah raga yang keras. Banyak
teriakan di dalam kendo. Banyak terdengar juga suara keras hasil dari
benturan pedang bambu dengan pelindung tubuh. Banyak pertunjukkan kendo,
entah itu pertandingan internasional atau pertandingan nasional di
negara asalnya, Jepang, mengesankan demikian. Bahkan beberapa praktisi
kendo pun menganggap kendo adalah sebuah olah raga.
Sebagai
pelaku kendo, saya tidak begitu setuju jika kendo disebut olah raga.
Memang olah raga adalah bagian dari kendo. Namun kendo tidak hanya
mengolah raga, tapi juga mental. Bukankah atletik atau basket juga
mengolah mental? Memang, namun ada perbedaan yang mendasar di antara
kendo dengan olahraga seperti atletik atau basket tersebut. Tidak ada
mentalitas untuk berkompetisi di dalam kendo.
Kita bisa melihat
bagaimana di dalam olah raga atletik, basket dan sepak bola, para
pemainnya berusaha mencetak skor untuk mengungguli lawan. Hal semacam
ini menurut saya tidak ada di dalam kendo. Kendo adalah bagamana kita
mengalahkan diri sendiri, bukan mengalahkan pihak lain atau "lawan".
Namun bukankan di dalam olah raga yang disebutkan sebagai contoh tadi
juga terdapat proses mengalahkan diri sendiri? Benar, para atlit atletik
maupun basket juga harus mengalahkan dirinya sendiri saat menjalani
proses latihan, seperti menggunakan kemampuan fisik sampai batas
maksimalnya, mengalahkan rasa takut dan grogi pada saat bertanding, dan
mempertahankan semangat untuk maju dan menang. Hal-hal ini juga ada di
dalam kendo. Namun ada sesuatu yang berbeda di sini, yang tidak
ditekankan oleh olahraga-olahraga tadi, yakni mengalahkan diri untuk
tidak melakukan tindakan yang impulsif, untuk tidak sombong, untuk dapat
bersikap proporsional, etis, dan sopan, dan untuk tidak terpengaruh
oleh "menang dan kalah".
Hal mendasar lainnya adalah bahwa
kendo adalah sebuah pelajaran seumur hidup. Kendo seseorang berevolusi
sampai akhir hayat orang itu. Karier olahraga atletik, basket, sepak
bola, dsb. akan berakhir setelah berusia 40 tahun atau 50 tahun
maksimal. Di usia ke 40, seorang pemain basket profesional akan kalah
dengan pemain basket profesional yang lebih muda tentunya. Di banyak
kasus, pemain basket profesional tersebut akan bertransformasi menjadi
seorang pelatih, bukan pemain lagi. Maka kariernya sebagai pemain pun
behenti dan tidak berkembang lagi. Hal ini tidak terjadi di kendo karena
kendo tidak sekedar mengandalkan kekuatan otot dan teknik.
Semakin bertambah usia seorang kendoka maka akan semakin kuat kendonya.
Kendo tidak mengenal batasan usia. Di usia 50 tahun, seorang kendoka yng
menyandang dan 7 akan dengan mudah "mengalahkan" seorang kendoka
yang berusia 25 tahun yang memiliki kemampuan fisik jauh lebih prima.
Jika kendoka berusia 50 tahun tersebut menjadi seorang pelatih, di
waktu yang sama dia tetap menjadi seorang "pemain" kendo, tidak
bertransformasi dari pemain menjadi pelatih. Oleh karenanya, kendoka akan
tetap berkembang karena selalu dapat menjadi "pemain".
Tidak
dapat dipungkiri bahwa olah raga adalah bagian dari kendo. Namun, kendo
tidak sama dengan olah raga. Kendo tidak mengalami transformasi yang
dimaksud tadi, namun berevolusi menjadi semakin kuat. Kelamahan fisik
karena usia di dalam kendo akan digantikan dengan kekuatan mental yang
ternyata terbukti jauh lebih besar. Dalam konteks aktifitas fisik, kendo
tidak seperti olah raga atletik, basket, sepak bola, dsb., karena kendo
adalah cara menggunakan badan dan pemahaman tentang kendo itu sendiri
yang juga mengalami evolusi penyempurnaan.
0 comments:
Post a Comment